Minggu, 11 Mei 2014

Bakti Pada Orang Tua


Ibu duduk di suatu sore membantu anak-anaknya mengulangi pelajaran mereka. Ia memberikan sebuah buku gambar kepada anaknya yang berusia 4 tahun agar tidak mengganggunya memberikan penjelasan kepada anak-anaknya yang lain.


Tiba-tiba saja ia teringat bahwa ia belum menyiapkan makan malam untuk ayah suaminya yang lanjut usia yang kebetulan tinggal bersama mereka di rumah itu. Namun kamarnya terpisah dari bangunan utama rumah itu. Ia memang selalu berusaha berkhidmat kepada ayah mertuanya itu sedapat mungkin. Dan suaminya ridha dengan apa yang ia lakukan kepada sang ayah yang tidak lagi mampu meninggalkan kamarnya karena kesehatannya yang lemah.

Ia segera membawa makanan untuknya dan menanyakannya jika ia membutuhkan bantuan yang lain. Setelah itu, wanita itu pun pergi dan kembali berkumpul bersama dengan anak-anaknya. Ia memperhatikan si bungsu asyik menggambar lingkaran dan persegi empat dengan memberinya kode. Ia pun bertanya kepadanya: “Apa yang sedang engkau gambar ini, sayang?”

“Aku sedang menggambar rumah yang nanti akan aku tinggali ketika aku dewasa dan menikah,” jawab si bungsu dengan polos. Betapa bahagianya ibu muda itu mendengar jawaban si bungsu.

“Di mana engkau akan tidur nantinya?”
Si bungsu itu pun mulai menjelaskan setiap kotak yang digambarnya. Ini kamar tidur. Ini adalah dapur dan ini adalah ruang untuk para tamu. Tinggallah sebuah kotak yang tersendiri di luar lingkaran yang dibuatnya. Kotak itu terpisah dari semua kotak yang digambarnya.

Sang ibu muda itu benar-benar heran. Maka ia bertanya padanya: “Mengapa kamar ini berada di luar rumah sendirian, terpisah dari kamar-kamar lainnya?”

“Kamar itu untuk ibu. Aku akan menempatkan ibu di sana seperti sekarang kakek hidup,” jawab si bungsu.

Bagai petir hebat menyambarnya, ibu muda itu benar-benar terkejut dengan apa yang diucapkan oleh putra bungsunya.

Ia mulai bertanya-tanya kepada dirinya, apakah aku akan tinggal sendiri di kamar luar rumah itu tanpa bias menikmati obrolan bersama anakku dan cucu-cucuku ketika aku sudah tidak mampu lagi bergerak? Siapa yang akan kuajak berbicara ketika itu? Apakah aku akan mengabiskan umurku dalam kesendirian di antara empat tembok tanpa dapat mendengar suara anggota keluargaku yang lain?

Ia segera memanggil pembantunya dan dengan cepat ia segera memindahkan semua perabotan yang ada di kamar untuk menerima tamu, kamar yang biasanya paling indah. Dan mengganti isinya dengan semua perabotan yang ada di kamar mertuanya. Kamar itu digantikan menjadi kamar mertuanya. Dan ketika suaminya kembali, ia benar-benar terkejut dengan surprise itu.

“Mengapa tiba-tiba terjadi perubahan seperti ini?” Tanya sang suami.
Ia menjawab dengan air mata yang terus menerus mengalir di matanya: “Aku memilih kamar terindah untuk kita, ku dan engkau tinggali jika Allah memberikan umur panjang kepada kita dan kita tidak lagi mampu bergerak. Biarlah para tamu saja yang tidur di kamar pekarangan rumah itu…”

Suaminya pun memahami apa yang ia maksudkan. Ia memujinya atas semua yang dilakukannya untuk ayahnya yang terus memandang mereka sembari tersenyum penuh keridhaan.

Sedang si bungsu kemudian menghapus gambarnya dan tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar